Kamis, 09 Juni 2011

KEMAJEMUKAN INDONESIA

  " Bangsa yang majemuk tidak bisa dipungkiri lagi sebagai tanah yang subur untuk mempromosikan aneka hidangan teologi, ideologi alternatif yang sampai saat ini masih sangat banyak diminati jemaat yang hidup didalamnya".
   
  " Teologi yang bersumber dari tarot,injil, al-qur'an juga terus bersaing dan memperkaya kemajemukan dengan pencabanganya di negeri ini dengan aneka konsensus yang menjadi latar belakangnya. Semua tercipta dan bermuara dari fusi bahan material yang terus mengalami kesenjangan atas jemaat yang hidup didalamnya. Ataupun ideologi alternatif yang menawarkan janji previlege yang sama mempesonanya disebabkan aneka previlege dan kesetaraan atas ideologi karya anak negeri ternyata semakin bias dan kabur dengan pola kerusakan korupsi, kolusi yang semakin cepat membawa bangsa ini kedalam muara kebangkrutan moral"


                                                  Bahan-bahan kemajemukan di Indonesia
  • Aneka agama yang berbasis kitab yang berbeda dengan aneka kemajemukan pola tafsir, kelompok tafsir yang membentuk pencabangan dan otonominya masing-masing. 
  • Aneka partai yang berebut kursi diparlemen berbasis ideologi maupun teologi tertentu menawarkan dan memperjuangkan berbagai aspirasi material maupun spritual.
  • Aneka budaya yang tercipta dari sejarah animisme,hindu, budha, islam, kristen dari batas sabang sampai merauke selama lebih dari 1000 tahun.
  • Bahan-bahan sejarah tentang kolonialisme dan imperialisme yang mempengaruhi bangsa ini secara teologis maupun historis.
  • Tampilnya pasar global menjadikan bangsa indonesia terbuka atas aneka interaksi baik ideologis, teologis, ekonomis yang menjadikan indonesia sebagai bangsa asimilasi yang majemuk.      
Sanggupkah ideologi negeri ini menjaga identitas diri dari kemajemukan ini..?

Sanggupkah ideologi ini menjadi wasit yang adil atas  pengaduan dari aneka kemajemukan..?

Sanggupkah ideologi ini menjadi pengadilan banding atas aneka kemajemukan iman, pola, ataupun kelompok tafsir yang terus menuntut atas relevansi imannya, atau ideologi ini akan terus mengalami fusi dari berbagai kemajemukan ini yang akhirnya ideologi ini harus ditarik kesana-kemari dalam mengambil keputusan atas kemajemukan ini. 

Akankah pancasila sanggup meyakinkan jemaatnya dengan memberikan pijakan yang stabil atas identitasnya yang unik ? 


REALITAS


      Sejarah atas terciptanya pancasila merupakan sebuah kesepakatan perjanjian persatuan atas wilayah dari sabang sampai merauke yang tersusun dari aneka konsep teologi, budaya dan perasaan senasib dari tekanan aneka kesenjangan yang diciptakan oleh kolonialis/imperialis eropa untuk menciptakan identitas yang berdaulat dan merdeka atas nasib dan masa depanya sendiri.
Sejarah penyatuan  suku-suku, agama, budaya adat yang mengakarkan kepada sejarah penuhanan yang tunggal adalah fusi inti dari semangat yang muncul dari semua ajaran agama baik islam,kristen, yahudi dan budaya adat pada awalnya. Semua elemen yang hidup dalam naungan ideologi ini juga bersepakat untuk setia atas perjanjian lima sila ini. barang siapa baik kelompok agama, suku, budaya ingkar atas kesepakatan ini bisa dikatakan berkhianat dan ini bisa kita lihat sejarah mesianistik tentang legitimasi perjanjian persatuan.
    kemajemukan atas kelompok tafsir,pola tafsir yang mempunyai pencabanganya sendiri-sendiri yang hidup di indonesia menjadikan bangsa indonesia mempunyai kelompok-kelompok dalam partisi-partisi iman yang tidak saling sudi dikonfirmasikan sehingga secara radikal mereka mempunyai dan membela kepentingan-kepentingan masing-masing iman. Dan ini mempersulit ideologi negeri ini mengambil keputusan yang objektif atas semua tuntutan-tuntutan dan reformasi atas iman yang terus menuntut. Dan pengambilan keputusan secara gampang-gampangan atas masalah teologis yang bersandar hanya sebatas budi pekerti dan rhetorika akan terus memberikan jarak yang semakin jelas meskipun secara kasat mata baik kepada antar kelompok tafsir maupun jarak kepada penguasa. Keputusan yang sekilas sangat sepele justru akan mengarah kepermasalahan yang kian problematis kelak.Meskipun problem kemajemukan iman ini mengarah sebatas perbedaan ritual akan tetapi unsur-unsur material yang timpang; korupsi, kesenjangan ekonomi, birokrasi hukum dan bentuk-bentuk kesenjangan previlege lainya memungkinkan akan mengarahkan jemaat akan asumsi "kebangsaan yang bangkrut" dan penguasa harus segera megevaluasi kembali atas keberpihakan dan keputusan-keputusan yang gampang-gampangan dan tidak realistis lagi
     Kemajemukan jemaat negeri yang terpartisi melalui sistem kepartaian dalam memilih dan menyalurkan berbagai bentuk aspirasi baik material maupun spiritual telah menempatkan jemaat kepada posisi disimpang jalan antara mengikuti tuntutan iman atau mengikuti sistem kepartaian yang bagi kalangan sebagaian golongan jemaat dianggap sebagai kemurtadan disebabkan sistem kepartaian yang sekuler dan bersifat material semata. Hal ini boleh jadi disebabkan keputusan-keputusan para penguasa yang cenderung kurang sering mengevaluasi keputusan dan jaminan atas suara jemaat atas keresahan teologis mereka kemuara keselarasan dan keseimbangan,sehingga mereka memilih untuk tidak bersinergi dengan ideologi negara yang sering mereka anggap sebagai pemberhalaan baru. Meskipun pancasila memberikan ruang yang cukup untuk menyalurkan aspek teologis dalam perjuangan perebutan kelas akan tetapi apek ini akan sulit bernegoisasi dengan sistem ideologi negara yang telah terlanjur tidak bersinergi akibat tidak diberlakukan evaluasi yang berkelanjutan atas jaminan realita teologi atas tuntutan iman para jemaat yang majemuk ini. dan hal ini menjadikan kemajemukan iman dinegeri ini bermuara kepada asumsi saling curiga dan kesinisan yang kian hari semakin meruncing dengan banyaknya kesenjangan dan buruknya proses dan penegakan supremasi hukum. boeh jadi inilah yang memunculkan keputusan-keputusan radikal dalam iman ditiap-tiap jemaat yang berbeda untuk membentuk sebuah keputusan alternatif. Munculnya gerakan-gerakan teroris yang dipelopori baik dari kaum monotheisme, sekuler, buruh yang merajalela boleh jadi terjebak atas kebuntuan yang menjengkelkan ini.
     kisruhnya proses historis atas pembentukan identitas bangsa ini juga merupakan bentuk kemajemukan baru, dimana tiap-tiap sumber sejarah dari agama yang berbeda dan budaya yang silih berganti penerbit dan terus saling bersaing dan merasa paling unggul dalam membentuk sebuah pijakan yang stabil membawa sebuah diskusi yang saling mengubur satu dengan yang lain. Ideologi negara ditarik kesana kemari dalam menciptakan identitas baru berdasarkan konsep mayoritas sehingga Ideologi hanya sebatas kuda tunggangan untuk mendapatkan previlege terhadap pemenang kompetisi ini. Kemajemukan ini merupakan kekayaan bangsa dan seharusnya pancasila lebih berani membentuk sebuah lembaga penyehatan kebangsaan untuk mengkonservasi para kelompok yang masih terjebak akan metafora radikal. di benua yang telah maju sebuah lembaga yang terus mengadakan literatur tahunan dalam rangka menampung aspirasi jemaat yang masih terjebak pola tafsir sektarian dan pembicaraan dan perdebatan yang terbuka sebagai upaya mengarahkan dan mesinergikan dengan semangat ideologi negara. bagi jemaat yang terjebak sektarian mungkin akan lebih memahami substansi hidup dalam kesatuan negeri ini dan membuka pola pandang baru dimana sebelumnya tertutup oleh keterbatasan sumber rujukan dalam penafsiran yang menjadi panduan iman mereka.
     Sebuah upaya keterbukaan antar jemaat yang berbeda pola tafsir ataupun lintas iman dalam membuka realitas dan substansi atas iman bukan tidak mengundang resiko bahkan mungkin berbahaya, akan tetapi selama masih ada wasit yang adil dan memegang kepada visi ideologi negara dan tampilnya para jagoan-jagoan teologi, budayawan, negarawan yang telah sanggup bersinegi dengan ideologi negara hal itu adalah sebuah upaya yang cemerlang dalam mengendorkan ketegangan akibat partisi-partisi ini. Dan mereka harus sanggup memberikan keputusan yang adil dan mengangkat kepadatan kemajemukan atas tiap-tiap permasalahan baik teologis, ideologis, budaya kedalam langkah pencitraan bangsa yang terus dituntut dikancah percaturan dunia sebagai bangsa yang majemuk dan beradab. sebuah rekonstruksi harus terus dievaluasi secara berkelanjutan dalam menjawab tuntutan tiap jemaat yang hidup dalam kemajemukan seperti indonesia dimana begitu banyak pola tafsir dan pencabanganya dan pancasila harus sanggup menjadi media dalam mensinergikan ke dalam kemajuan dan keutuhanya